Social Icons

Senin, 18 November 2013

Membalas Jasa Rosulullah



Didalam Kitab al-Kabair karya Al Imam Adz-Dzahabi dikisahkan bahwa Suatu hari, Ibnu Umar melihat seseorang yang sedang menggendong ibunya sambil thawaf mengelilingi Ka’bah. Orang tersebut lantas berkata kepadanya, “Wahai Ibnu Umar, menurut pendapatmu apakah aku sudah membalas kebaikan ibuku ? Ibnu Umar menjawab, “Belum, meskipun sekadar satu erangan ibumu ketika melahirkanmu. Akan tetapi engkau sudah berbuat baik. Allah akan memberikan balasan yang banyak kepadamu terhadap sedikit amal yang engkau lakukan.

Selain itu Sejarah juga mencatat, banyak orang hebat yang lahir dari seorang ibu yang juga hebat. Kita tidak akan dapat menjadi hebat seperti sekarang, tanpa sentuhan darinya. Maka, tak berlebihan jika ada ungkapan yang mengatakan Al-Jannatu tahta aqdami al-ummahat”, surga berada di bawah telapak kaki ibu.

Kisah di atas memberikan pelajaran berharga kepada kita, bahwa Kita wajib berterimakasih kepada siapa saja yang sudah berjasa kepada kita. Guru, sanak saudara, Orang Tua, dsb. Akan tetapi ada orang-orang yang walaupun kita mau berterimakasih membalas jasanya, tapi kita tidak akan bisa untuk membalasnya. Sebagai contoh kecil, Kita tidak bisa membalas Jasa Ibu kita. Kita tidak bisa membalas jasa Bapak Kita. dengan apapun dan cara bagaimanapun, Kita tetap tidak bisa membalas jasa mereka. Karena merekalah yang mengajarkan kita Agama, Yang mengajarkan kita Akhlak, Yang mengajarkan kita tentang apa tujuan hidup. Tapi ada satu hal yang perlu kita ingat dan kita renungkan, bahwasanya yang mengajari Ibu dan Bapak kita adalah Ibu dan Bapaknya, dan yang mengajari Ibu dan Bapaknya adalah Ibu dan Bapaknya lagi, dan seeeeeeterusnya sampai kepada Rosulullah SAW.

Dari situ kita bisa mengambil Kesimpulan, Kalau untuk membalas Jasa Ibu dan Bapak kita saja tidak Bisa, Lantas bagaimana kita akan membalas jasa Rosulullah SAW. kita tahu bahwa kita tidak akan pernah bisa membalas jasa nya kecuali dengan senantiasa Bersholawat Kepadanya. sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT "Hai Manusia, tidak usah kamu yang membalas jasanya, Mintalah Kepada Ku biar aku yang Membalasnya.
 
Maksud dari keterangan diatas adalah kita dituntut oleh Allah untuk senantiasa bersholawat kepada junjungan Nabi Kita  Muhammad SAW. Beliaulah manusia Agung yang diagungkan oleh Dzat yang Maha Agung, Manusia Suci yang disucikan Oleh Dzat yang Maha Suci, Manusia Sempurna yang disempurnakan Oleh Dzat yang Maha Sempurna, Manusia Mulia yang dimuliakan Oleh Dzat yang Maha Mulia. Beliaulah manusia yang paling manis tutur katanya, paling lembut hati dan prilakunya, paling baik Akhlak dan budi pekertinya. Beliaulah manusia yang berhak untuk kita Puji, kita sanjung dan kita muliakan. Kita Memujinya bukan berarti kita menyekutukan Allah, kita Menyanjungnya bukan berarti kita menyamakan derajatnya dengan Allah, dan kita memuliakannya bukan berarti kita mengkultuskannya sebagai Illah atau sesembahan. Akan tetapi itu semua adalah suatu bentuk rasa cinta dan Terimakasih kita kepada Beliau yang sudah berjasa besar kepada kita.  Maka dari itu kita senantiasa dituntut untuk selalu bersholawat kepadanya dengan harapan kita akan mendapatkan syafaatnya kelak di hari kiamat.

"Allahumma Sholli 'Ala Sayyidinaa Muhammad".
Yaa Allah Limpahkanlah Sholawat Kepada Junjungan Kami Nabi Muhammad SAW.

Bulan Rabi’ul Awwal yang lebih dikenal dengan bulan maulid atau bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW, tepatnya tanggal 12 rabi’ul awwal, biasanya kaum muslimin merayakan peringatan mauld Nabi Muhammad SAW, baik dirumah dengan mengundang tetangga dan handai taulan. Atau diadakan oleh lembaga, organisasi, masyarakat kampung dengan bentuk pengajian umum dan ceramah, dan bentuk amal-amal sholeh yang lain. Yang menjadi pertanyaan, pernakah Nabi Muhammad merayakan peringatan maulidnya? Dan sejak kapankah diadakan dan untuk apa? Lalu bagaimana hukumnya mengadakan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW ?
 
Peringatan Maulid Rasulullah SAW tidak lain adalah untuk mengekspresikan kegembiraan kaum Muslimin menyambut dilahirkannya Rasulullah SAW. Sebagaimana yang diperintahkan Allah dalam firmannya :
 
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
 
"Katakanlah: 'Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik, dari apa yang mereka kumpulkan'." – (QS.10:58)
Dalam ayat tersebut, terdapat perintah bergembira atas rahmat pemberian-Nya, dan Nabi Muhammad adalah rahmat terbesar bagi kehidupan dunia seisinya, sebagaimana firman Allah dalam Al Quran:
 
وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين
 
“Dan Tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (Al-Anbiya’:107). Ibnu Taimiyyah sendiri berpendapat : “Kemuliaan hari maulid Nabi Muhammad saw yang diperingati secara berkala oleh kaum muslimin tentu mendatangkan pahala besar, mengingat maksud dan tujuannya yang sangat baik, yaitu menghormati dan memuliakan kebesaran Nabi dan Rasul pembawa hidayah bagi semua ummat manusia.
 
Bahkan kegembiraan ini tidak hanya umat Muslim saja, Abu Lahab pun bergembira dengan kelahiran Rasulullah SAW. Ia meluapkan kegembiraannya dengan cara memerdekakan hamba sahayanya yang bernama Tsuwaibah Al Aslammiyyah (yang kemudian menjadi ibu susu Rasulullah SAW sebelum beliau disusui oleh Halimah Assa’adiyyah).
 
Abu Lahab yang bernama asli Abdu Uzza bin Abdul Muthalib, saudara dari Abdullah ayah Rasulullah SAW. Meskipun termasuk keluarga dekat Rasulullah SAW, dia dan istrinya, Ummu Jamil Hindun binti Harb, amat memusuhi Rasulullah SAW dan dakwahnya. Saking kerasnya mereka berdua menentang Rasulullah SAW, sampai-sampai ketika di duniapun mereka telah dicap sebagai ahli neraka. Allah SWT berfirman : 

تَبَّتۡ يَدَاۤ اَبِىۡ لَهَبٍ وَّتَبَّؕ‏﴿۱﴾ مَاۤ اَغۡنٰى عَنۡهُ مَالُهٗ وَمَا كَسَبَؕ‏﴿۲﴾ سَيَصۡلٰى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍۚ ۖ‏﴿۳

“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk kedalam api yang bergejolak.” (QS. Al Lahab : 1-3)

 Asbaabu_Nuzul atau Sebab diturunkannya Ayat ini adalah sebagaimana yang terdapat dalam suatu Hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa suatu ketika Rasulullah SAW naik ke bukit Shafa sambil berseru, “Mari berkumpul pada pagi hari ini.” Maka berkumpullah kaum Quraisy. Rasulullah SAW bersabda, “Bagaimana pendapat kalian, seandainya aku beritahu bahwa musuh akan datang besok pagi atau petang, apakah kalian percaya kepadaku?” Kaum Quraisy menjawab, “Pasti kami percaya, sebab tidak kami dapati engkau berdusta.” Rasulullah SAW bersabda, “Aku peringatkan kalian bahwa siksa Allah yang dahsyat akan datang.” Berkatalah Abu Lahab, “Celaka engkau! Apakah hanya untuk ini, engkau kumpulkan kami?” Maka turunlah ayat diatas (QS.Al Lahab : 1-3) berkenaan dengan peristiwa yang melukiskan bahwa kecelakaan itu akan terkena kepada orang yang memfitnah dan menghalang-halangi agama Allah.

Dan dalam suatu Hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori juga, di ceritakan sebuah kisah tentang Tsuwaibah, seorang budak perempuan Abu Lahab. 

Kisah ini terjadi tepat pada hari Senin tanggal 12 Robiul Awwal tahun Gajah. Ketika Rasulullah lahir dari rahim ibunda tercintanya, Siti Aminah, Tsuwaibah datang kepada Abu Lahab seraya memberikan kabar tentang kelahiran Muhammad, keponakannya yang berupa bayi laki-laki sehat tanpa kekurangan suatu apa pun.

Tatkala mendengar kabar kelahiran keponakan lelakinya ini, Abu lahab bersuka cita. Ia melompat-lompat riang gembira seraya meneriakkan kata-kata pujian atas kelahiran keponakannya tersebut sepanjang jalan. inilah bentuk kegembiraan Abu Lahab, sang paman yang kelak menjadi salah satu musuh bebuyutannya dalam berdakwah. Namun rupanya tidak cukup sampai di situ saja luapan kegembiraan ini. Ia segera mengundang tetangga-tetangga dan para kerabat dekatnya untuk merayakan kelahiran keponakan tercintanya ini. Sebagai bentuk paling populer dari ungkapan rasa syukurnya dan sebagai penanda suka citanya yang sangat memuncak kemudian ia berkata kepada Tsuwaibah di hadapan khalayak ramai yang mendatangi undangan perayaan kelahiran keponakannya, ''Wahai Tsuwaibah, sebagai tanda syukurku atas kelahiran keponakanku, anak dari saudara laki-laki ku (Abdullah), maka mulai hari ini kamu adalah orang yang merdeka'' 

Demi mendengar kabar gembira inipun Tsuwaibah lantas bersuka cita, Sejak hari ini, karena ia yang membawa kabar gembira atas kelahiran keponakan tercinta, makhluk paling mulia di seluruh dunia, maka ia mendapatkan keberkahan tak terkirakan berupa kemerdekaanya. 

Maka sejak hari itu ia bukan lagi berstatus sebagai budak yang dapat di perintah sesukanya oleh majikan. Sejak hari itu, ia adalah orang merdeka yang bertanggung jawab atas segala nasib dan keberuntunganya sendiri.

Karena kebaikannya membebaskan Tsuwaibah sebagai bukti kegembiraan atas kelahiran Rasulullah, Abu Lahab mendapatkan keringanan siksa kubur pada setiap hari Senin. meskipun sepanjang masa hidupnya, Abu Lahab senantiasa memusuhi dan tidak mempercayai kenabian keponakan tercintanya ini.

Maka dari itu Al-Hafidz Al-Imam Al-Muhaddits Syamsuddin bin Nashiruddin Ad-Damasyqiy seorang ahli Hadits dari Damaskus yang lahir pada tahun 777 H, Mengatakan dalam sebuah Syairnya :

إذا كان هـذا كافرا جـاء ذمـه #  وتبت يـداه في الجحـيم مخـلدا
أتى أنـه في يـوم الاثنين دائـما #  يخفف عنه للسـرور بأحــمدا
فما الظن بالعبد الذي طول عمره #  بأحمد مسرورا ومات موحـــدا

 Jika Abu Lahab yang dalam Al Qur’an telah datang celaan baginya  dan celakalah kedua tangannya kekal didalam neraka Jahannam. ternyata masih mendapatkan keringanan dari Allah atas siksanya Setiap hari Senin, karena pernah satu kali bergembira atas kelahiran Rasulullah SAW, lalu bagaimanakah dengan orang yang sepanjang hidupnya bergembira dengan kelahiran Rasulullah SAW dan mati dalam keadaan Islam?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

Diam itu Emas